Warisan Kartini dan Tantangan Pemberdayaan Perempuan di Era Modern

Warisan Kartini dan Tantangan Pemberdayaan Perempuan di Era Modern

2025-04-22 14:16:59

Lebih dari seabad lalu, Raden Ajeng Kartini menorehkan sejarah dengan gagasan radikal tentang pendidikan dan kesetaraan bagi perempuan. Hari ini, di tengah dunia yang serba digital dan dinamis, semangat Kartini tetap hidup, tetapi tantangan yang dihadapi perempuan justru kian kompleks dan multidimensional.

Epsilandri Septyarini S.E., M.M., CPHRM, Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa menuturkan, memang, perempuan kini memiliki akses lebih besar ke pendidikan, dunia kerja, dan ruang publik. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perjuangan belum usai.

"Kesenjangan upah, beban ganda antara karier dan rumah tangga, keterwakilan perempuan yang masih minim dalam kepemimpinan strategis, serta maraknya kekerasan berbasis gender adalah cermin dari tantangan struktural yang membelenggu perempuan di era modern" katanya, Senin (21/41).

Menurut Epsilandri, fenomena glass ceiling (batas tak kasat mata yang menghalangi perempuan mencapai puncak karier) masih membayangi banyak organisasi. Sementara itu, era digital menghadirkan bentuk baru kekerasan, yaitu cyber harassment, yang mengancam ruang aman perempuan di media sosial. "Dunia profesional tidak boleh menutup mata. Pemberdayaan perempuan harus menjadi strategi organisasi, bukan sekadar jargon," ujarnya.

Dijelaskan, melalui pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan Manajemen Strategik, beberapa langkah konkret perlu diupayakan. Seperti kebijakan kesetaraan gender, dimana sistem rekrutmen, promosi, dan kompensasi berbasis kompetensi, bukan bias. Selain itu, fleksibilitas kerja dan dukungan keluarga juga diperlukan dengan menyediakan skema kerja fleksibel, cuti melahirkan yang adil, serta fasilitas penitipan anak untuk mendukung peran ganda perempuan. Langkah selanjutnya yaitu pengembangan kepemimpinan perempuan melalui program mentoring, pelatihan kepemimpinan, dan talent pipeline yang mendukung kemajuan karier perempuan. Tak kalah penting adalah zero tolerance terhadap pelecehan dengan membangun sistem pengaduan yang aman, efektif, dan berpihak pada korban.

"Lebih dari sekadar strategi organisasi, pemberdayaan perempuan adalah tanggung jawab kebangsaan. Ajaran Tamansiswa Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, mengajarkan bahwa perem-puan harus diberdayakan menjadi pemimpin, penggerak, sekaligus pendukung dalam membangun peradaban bangsa," ujarnya.

Dalam konteks kebijakan nasional, kata Epsilandri, pembahasan RUU Kesetaraan Gender dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga adalah ujian serius. "Apakah kita benar-benar berkomitmen pada cita-cita Kartini, ataukah hanya memperingatinya sebatas seremoni tahunan?" katanya.

 

*Penulis: Epsilandri Septyarini S.E., M.M., CPHRM.

Telah terbit pada KR Jogja, disadur oleh Humas FE UST pada Selasa, 22 April 2025 pukul 09:23 WIB

Tautan:https://www.krjogja.com/opini/1245909029/pemberdayaan-perempuan-di-era-modern-warisan-kartini-dan-tantangan-masa-kini